Catatan Hukum Dr. Anthon Raharusun
Senja di Pantai Holtekamp
Senin, 05 Februari 2024 Jayapura 1526 Pengunjung
Hari
itu Senin di waktu senja, saya bersama klien melihat lokasi tanah, yang menjadi
objek jual beli antara klien saya dengan pemilik hak atas tanah seluas 97.126 m2,
yang terletak di Pantai Holtekamp, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Provinsi
Papua tepatnya dekat PLTU dan Jalan PT. Hanurata.
Jual-beli tersebut dilakukan sejak tahun 2023
dan klien saya telah melakukan transaksi jual beli dengan Mr. X. Pembayarannya
yang sangat fantatis sekitar Rp. 11 miliar lebih.
Transaksi ini dilakukan jauh sebelum saya
menangani permasalahan jual beli tanah tersebut. Saya baru menangani atau
mendampingi klien saya tertanggal 2 Februari 2023, sesuai surat kuasa yang
diberikan kepada saya.
Tanah tersebut semula adalah tanah adat milik
salah satu Suku Port Numbay, tetapi kemudian entah bagaimana, diberikan kepada
salah satu perusahaan swasta dengan pemberian hak berupa Sertifikat Hak Guna Bangunan
(SHGB).
Namun kemudian setelah melalui proses hukum di Pengadilan
Negeri, tanah tersebut kemudian dikembalikan kepada Pihak Adat, yang selanjutnya
dijual Mr. X kepada klien saya berupa SHGB. Surat Pernyataan pengukuhan Sertifikat HGB No. 001
dan No. 002 Tahun 1994 di atas tanah adat Suku X di Desa Holtekamp Distrik
Muara Tami, Kota Jayaputa yang dibuat antara Mr. X selaku penjual dengan klien
saya.
Kendatipun
klien saya telah membayar Rp. 10 miliar lebih kepada Pemegang SHGB dalam hal
ini Mr. X. Tapi klien saya juga belum dapat menguasai objek tanah tersebut
sesuai peruntukkannya.
Hal ini karena Mr. X selaku pihak penjual
belum bersedia mengadakan Akta Jual Beli (AJB) di Notaris dan juga proses administrasi
balik nama di BPN dari Pemegang SHGB kepada klien saya dengan berbagai alasan.
Padahal, SHGB tersebut jangka waktunya akan
berakhir Februari 2024 dan Maret 2024. Sedangkan Mr. X belum mengajukan
perpanjangan SHGB tersebut kepada Kantor BPN Kota Jayapura.
Lalu,
apa akibat hukum kalau kemudian Mr. X tidak mengajukan perpanjang SHGB tersebut
kepada BPN?
Kemudian tanggal 2 Februari 2024, klien saya
ditelpon Mr. X, minta klien saya untuk menyediakan uang sejumlah Rp. 2 miliar.
Usai mendapat telepon, saya bersama klien bertemu dengannya di salah satu hotel
di Jayapura.
Pada pertemuan petang itu, terjadi tawar
menawar antara klien saya dengan Mr. X terkait nominal yang dimintakannya.
Sebagai
kuasa hukum, saya tentu ikut berperan membantu klien saya untuk bernegosiasi mencari
solusi dengan Mr. X terkait nilai nominal sebagaimana, yang dimintakan kepada
klien saya.
Akhirnya
dari hasil negosiasi, permintaan Rp. 2 miliar turun menjadi Rp.800 juta. Namun,
klien saya hanya bisa menyanggupi untuk memberikan Rp. 500 juta pada petang itu
dan sisanya akan ditransfer dalam beberapa hari setelah pertemuan tersebut.
Dari permasalahan hukum yang dialami oleh klien saya tersebut
di atas, pertanyaan yang timbul adalah bagaimana klien saya dapat memperoleh
hak atas tanah SHGB berdasarkan transaksi jual beli tersebut? Bagaimana aturan hukum terkait masa berakhirnya SHGB ?
Secara singkat dapat saya jelaskan bahwa, sekalipun
klien saya belum melakukan proses AJB ataupun balik nama dari Mr. X kepada
klien saya, tapi jual beli tersebut telah dianggap sah secara hukum dan klien
saya berhak mengurus proses administrasi balik nama di BPN, bahkan sudah berhak
untuk menguasai objek tersebut.
Permasalahan
hukum dalam jual beli tersebut adalah merupakan perbuatan hukun Perdata, yaitu
perjanjian jual beli, di mana klien saya telah melakukan transaksi mencapai Rp.
11 miliar lebih. Sementara Mr. X belum
memberikan suatu kepastian hak atas objek jual beli tersebut kepada klien saya.
Tindakan Mr. X ini, dapat dikualifikasikan sebagai
perbuatan Wanprestasi atau Ingkar Janji, yang dapat saja menyeretnya ke
ranah hukum baik Perdata maupun Pidana.
Selanjutnya
mengenai Sertifikat HGB yang masa berlakunya telah berakhir. Bagaimana hukumnya
?
Dalam Peraturan
Pemerintah (PP) No. 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah,
Satuan Rumah Susun dan
Pendaftaran Tanah disebutkan bahwa masa berlaku Sertifikat HGB mencapai 30
tahun, dan dapat diperpanjang untuk masa 20 tahun, dan diperbarui untuk jangka
waktu paling lama 30 tahun.
Pemegang SHGB wajib untuk mengajukan perpanjangan
minimal 2 tahun sebelum masa berlaku HGB berakhir. Hak atas HGB bisa gugur atau
hapus, karena sejumlah alasan. Salah satunya adalah jangka waktunya berakhir (baca pasal 40 UU No.5/1960).
Demikian, ceritera singkat Senja
di Pantai Holtekamp bersama klien saya.
(Dalam rubrik catatan hukum ini sengaja tidak dibahas secara mendalam,
hanya catatan kecil yang disuguhkan kepada para pembaca, dengan alur cerita
singkat, gaya tulisan yang lugas, enak dibaca dan perlu, namun tetap kritis)
Penulis : Editor Iustitia