logo loading

Hukrim

Ada Persaingan Politik Lokal Dibalik Kasus Korupsi Sekda Keerom Non Aktif

Rabu, 22 Mei 2024 Jayapura 1193 Pengunjung

Ada Persaingan Politik Lokal Dibalik Kasus Korupsi Sekda Keerom Non Aktif

Caption : Saksi Ahli Chairul Huda saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli pada sidang Praperadilan Sekda Keerom Non Aktif TI

JAYAPURA (IUSTITIA PAPUA) – Saksi Ahli Dr Chairul Huda MH, SH mensinyalir ada pesaingan politik local, sehingga menyebabkan Sekda Kabupaten Keerom Non Aktif Trisiswanda Indra (TI) disangkakan melakukan tindak pidana korupsi Dana Bansos di Pemkab Keerom.

 “Pengalaman saya biasanya ada persaingan politik local. Ada pihak – pihak tertentu yang menginginkan orang itu menjadi Tersangka. Untuk mengamputasi peluang didalam kontestasi politik local. Yang paling banyak itu kejadiannya. Itu yang sangat kita sayangkan dan mudah – mudahan tidak terjadi dalam perkara ini,”kata Chairul kepada media ini, usai menjadi saksi ahli dalam lanjutan kasus Gugatan Praperadilan yang diajukan Sekda Keerom Trisiswanda Indra (Pemohon) kepada Kapolri, Kapolda Papua dan Penyidik (Termohon). Rabu (22/5/2024).

  Untuk itu dirinya memberikan saran, jikalau Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka. Maka lihat lagi perkara ini secara proposional. “Karena peta politik sudah berubah. Presiden terpilih sudah ada. Sehingga kita lihatlah kedepan. Janganlah  kemudian menggunakan cara – cara seperti ini untuk kemudian bersaing secara tidak sehat,”tekannya.

 Dalam persidangan dengan agenda sidang mendengarkan keterangan saksi itu, ada dua saksi yang dihadirkan oleh Kuasa Hukum Pemohon yakni Anthon Raharusun, Juhari dan Iwan Niode di muka persidangan dengan Hakim Tunggal Wempy William James Duka.

 Dua saksi itu Corry Erlyn Reawaruw (istri Pemohon) dan Dr Chairul Huda MH, SH  (saksi ahli).

Terlalu Banyak Cacat Prosedural

 Lanjut Charul, penetapan tersangka yang disangkakan kepada TI adalah  tidak sah. Terlalu banyak cacat prosedur yang dilakukan penyidik pada saat menangani kasus. Seperti SPDP tidak disampaikan dan Alat bukti keuangan negara bukan didasarkan pada hasil Audit BPK.

“Bahkan Sprindik berkali – kali menunjukkan bahwa selama ini ada proses hukum yang tidak ditemukan alat bukti,”terangnya.   

  Untuk itu dalam perkara Praperadilan ini, tugas dari Hakim Prapid yang memeriksa apakah Penyidik yang dalam perkara ini duduk sebagai Termohon mempunyai alat bukti menetapkan Pemohon sebagai Tersangka.

“Karena orang dijadikan tersangka itu mati. Seperti tidak boleh mencalonkan diri menjadi bupati. Kalau sudah terpilih tidak boleh dilantik. Jadi penetapan orang sebagai tersangka adalah perbuatan orang yang sangat krusial. Oleh karena itu harus didasari pada prosedur dan alasan yang kuat,”paparnya.  

 Menurut hematnya, begitu banyak masalah yang terkait dengan penetapan Tersangka. Apalagi dalam perkara ini ditemukan fakta bahwa hasil penyelidikannya justru dirampungkan setelah ada penetapan tersangka. “Itu menunjukkan tidak sah,”tegasnya.  

 Selanjutnya pemeriksaan ahli pidana maupun ahli keuangan negara, setelah ada penetapan tersangka. Itu juga menunjukkan tidak sah penetapan Tersangkanya.

 “Jadi menurut saya, seharusnya pengadilan bisa melihat bahwa kasus dugaan korupsi yang menimpa Sekda Keerom Non Aktif TI ini adalah terlalu terburu – buru penetapan Tersangkanya. Prematur, tidak didasarkan pertimbangan dan alat bukti yang cukup. Sehingga menurut saya harus dinyatakan sebagai sesuatu yang tidak sah,”ucapnya lagi.  

 Tetapi walaupun demikian itu berpulang kepada kebijaksanaan Hakim Tunggal Praperadilan. “Saya hanya berpendapat dari segi normative saat ini,”akunya.


BPKP Tak Berhak Tetapkan Kerugian Negara

 Dari pengalamannya sebagai seorang Saksi Ahli Hukum Pidana, diungkapkannya kasus yang menimpa Sekda Keerom Non Aktif ini di Pengadilan banyak sekali dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan.

“Terakhir saya memberikan keterangan seperti ini di Pengadilan Negeri Makasar, yang mana pengadilan memeriksa seseorang yang ditetapkan sebagai Tersangka berdasarkan hasil pemeriksaan BPKP.  Itu langsung dinyatakan tidak sah. Karena tidak berwenang menetapkan kerugian negara,”tukasnya.  

 Namun hasil pemeriksaan BPKP sebagai bukti awal terkait ada dugaan menimbulkan peristiwa hukum pidana, bisa dilakukan.

 “Jadi hasil pemeriksaan BPKP itu hanya hasil penyelidikan naik ke penyidikan. Tidak bisa digunakan untuk menetapkan Tersangka. Sebab penetapan Tersangka harus melalui BPK RI. Karena baik oleh UUD, UU BPK, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) maupun Surat Edaran Mahkamah Agung menyatakan bahwa yang mempunyai kewenangan konstitusional untuk menetapkan tersangka adalah BPK,”jelasnya rinci.

Kalaupun dilakukan perhitungan oleh BPKP, harus di declare oleh BPK. “Nah dalam kasus ini, declare ini yang belum ada. Dalam kasus ini penyidik terlalu terburu – buru menetapkan Tersangka.

 Sosok Charul Huda sendiri kesehariannya adalah sebagai Dosen Hukum Acara Pidana di Universitas Muhamadyah Jakarta. Berbagai kasus besar di  Indonesia yang pernah melibatkan dirinya sebagai saksi ahli. Seperti kasus korupsi yang melibatkan  mantan Direktur Pertamina Karen Agustiawan, Mantan Ketua BPK RI Achsanul Qosasi dan Budi Gunawan. (Julia) 

Baca juga:




Penulis : Editor Iustitia