Ekonomi dan Bisnis
Antrian Kendaraan di Sejumlah SPBU Bikin Resah Pengiriman Beras Bulog Ikut Terhambat
Jumat, 15 Desember 2023 Jayapura 334 Pengunjung
|Caption : Terlihat Antrian truk di SPBU APO 45 Kota Jayapura untuk mengisi BBM jenis solar. (foto : redaksi)
JAYAPURA (IUSTITIA Papua) – Antrian panjang kendaraan truk dan beberapa kendaraan lainnya yang berbahan bakar BBM, di sejumlah titik SPBU Kabupaten/Kota Jayapura. Belakangan ini menjadi pemandangan yang kurang sedap untuk dilihat. Hal ini menjadi salah satu factor pemicu kemacetan parah yang meresahkan para pengguna jalan.
Seperti terlihat di SPBU 45 APO Kota Jayapura, SPBU Jln Koti, SPBU Ale – Ale, SPBU Waena. Pemandangan antrian ini sudah menjadi hal biasa dan bahkan kendaraan BBM solar itu mengantri hingga berjam – jam bahkan ada yang sampai bermalam.
Antrian kendaraan ini juga menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Papua dan sempat menanyakan langsung saat melakukan sidak ke Kompleks PT Pertamina MOR VIII Jayapura di Dok VII. Apakah stok solar cukup atau tidak. Dari penjelasan Manajemen Pertamina bahwa stok BBM dan juga elpiji aman, jelang Nataru. Namun mengapa bisa terjadi antrian BBM khusus solar ini.
Seperti yang dijelaskan Plt Asisten II Bidang Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Papua Suzana Wanggai, Selasa lalu (12/12/2023) usai sidak ketersediaan bahan pokok dan BBM jelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) bersama Para Kepala OPD terkait serta instansi terkait lainnya.
“Iya itu yang kita tanyakan kepada mereka (Pertamina-red) saat kami sidak. Itu karena pemandangan yang setiap hari kita temui dari pagi sampai malam. Antrian kendaraan ini sangat mempengaruhi inflasi kita. Karena dengan adanya antrian, kendaraan – kendaraan dan truk – truk yang mengangkut logistic ini. mengangkut para distributor yang kendaraan mereka menggunakan bahan bakar solar, pastinya ikut terhambat pengirimannya,”kata Suzanna panggilan akrabnya menjawab pertanyaan redaksi.
Antrian panjang ini, ternyata juga ikut berpengaruh pada pengiriman beras milik Perum Bulog Papua dan Papua barat dari Gudang Tasangkapura dengan tujuan Sarmi.
“Ini tentu akan ada kelangkaan dan tentunya dan harganya bisa naik. Contoh seperti tadi tempatnya Pak Siregar (Waka Bulog Papua). Masalah antrian BBM solar ini juga berimbas untuk pengiriman dari Jayapura - Sarmi sampai harus terhambat.
Caption : Terlihat Antrian truk di SPBU APO 45 Kota Jayapura untuk mengisi BBM jenis solar. (foto : redaksi)[/caption]
Beras Bulog Ke Sarmi Terhambat
Sementara itu Wakil Pimpinan Perum Bulog Papua dan Papua Barat Mara Kamin Siregar mengatakan, akibat antrian BBM jenis sollar ini, untuk proses pengiriman ke kota ombak ini, bisa memakan waktu berhari – hari.
“Jika biasanya dalam sehari kita sudah bisa langsung, truk – truk kami mengangkut beras – beras ke Sarmi. Tetapi karena antrian ini jadi ikut terhambat dan bahkan bisa lebih dari sehari,”ungkapnya.
Hal ini tentunya akan menjadi perhatian semua pihak terkait. Supaya duduk bersama kembali guna mengambil langkah – langkah seperti apa.
Seperti yang disampaikan pihak Pertamina. Karena ada satu system yang baru diterapkan dan belum tersosialisasi secara baik. Sebab hal ini menyangkut kendaraan – kendaraan proyek jelang akhir tahun.
“Mereka (Pertamina-red) sampaikan antrian ini mulai di akhir Oktober, yang kalau kita lihat ini kan mulai proyek – proyek pemerintah mulai jalan. Sehingga hal inilah yang menyebabkan terjadinya antrian panjang,”jelasnya.
Namun saat disinggung lagi bahwa antrian panjang itu bukan saja truk proyek. Kendaraan roda empat seperti taxi starwagon jurusan Abepura – Entrop dan Waena – Sentani, hilux, strada juga ikut mengantri.
“Tadi kami juga sampaikan seperti itu. Tetapi kita harus mencari jalan terbaik. Supaya jangan ada antrian seperti itu. Karena didalam antrian itu, pastinya ada juga yang nakal – nakal kan,”ujarnya menduga.
Pasalnya pemerintah mengkhawatirkan ada penimbunan oleh oknum – oknum yang tidak bertanggung jawab.
“Ada yang mau menimbun, tapi jual kembali, dengan harga yang tinggiYang tadinya harga Rp. 6000,- bersubsidi menjadi Rp.10 ribu. 1 truk jatahnya 60 liter. Kemudian jika ada yang nakal dan menjual kembali seharga Rp. 10 ribu. Tentunya luar biasa. Sekarang kita harus cari jalan keluar untuk mengantisipasi hal – hal yang lebih dahsyat daripada itu,”tutup Suzana. (Julia)
Penulis : Redaksi Iustitia Papua