logo loading

Hukrim

Hakim Tunggal Tolak Praperadilan VM, Tak Menutup Kemungkinan Kasusnya Bisa Dibuka Kembali

Selasa, 09 Juli 2024 Jayapura 257 Pengunjung

Hakim Tunggal Tolak Praperadilan VM, Tak Menutup Kemungkinan Kasusnya Bisa Dibuka Kembali

Caption : Hakim tunggal Zaka Talapatty

JAYAPURA (IUSTITIA PAPUA) – Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jayapura menolak permohonan Pra Peradilan yang diajukan Lembaga Bantuan Hukum Pers dan Perhimpunan Bantuan Hukum Pers Tanah Papua atas penghentian penyidikan kasus teror bom terhadap jurnalis Jubi, Victor Mambor (VM).

Putusan Pra Peradilan itu dibacakan Hakim Tunggal Zaka Talpatty pada sidang di Pengadilan Negeri Jayapura, Kota Jayapura, Papua, Senin (8/7/2024).

  Dalam putusannya, Hakim Zaka Talpatty mengatakan dari alat bukti yang dikumpulkan penyidik secara kualitas belum memenuhi dua alat bukti untuk menentukan pelaku peledakan bahan serupa bom di depan rumah Victor Mambor.

Hakim menilai penyidik telah mengumpulkan lebih dari dua alat bukti, namun alat bukti tersebut tidak memenuhi nilai sebagai alat bukti.

Zaka menyatakan penghentian penyidikan telah sesuai dengan prosedur formalitas yang berlaku dan secara materiil. Menurut hakim penghentian penyidikan itu telah sesuai dengan alasan-alasan termuat Pasal 109 ayat 2 KUHP, khususnya syarat tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut  bukan merupakan tindak pidana.

“Termohon telah dapat membuktikan dalil bantahannya, sedangkan pihak pemohon tidak dapat membantah dalil termohon. Dari pertimbangan di atas maka gugatan pemohon tidak beralasan hukum ,sehingga harus ditolak untuk seluruhnya,”tukasnya.

 Penghentian penyidikan yang dilakukan polisi yang sesuai dengan surat perintah penghentian penyidikan Nomor S.Tap/III/2024/Reskrim tanggal 1 Maret 2024 dan Surat Ketetapan Nomor: S.PPP/8/III/2024/Reskrim tanggal 1 Maret 2024 tentang Penghentian Penyidikan adalah sah menurut hukum.

“Sehingga hakim berpendapat penghentian penyidikan yang dilakukan oleh termohon adalah sah menurut hukum,”tegasnya.

Bisa Dibuka Kembali

   Zaka menyatakan meskipun penghentian penyidikan telah dinyatakan sah menurut hukum, tidak menutup kemungkinan pemeriksaan perkara ini dibuka kembali. Dikatakannya kasus ledakan bahan yang diduga bom didekat rumah Victor Mambor dapat dibuka kembali  jika ditemukan dua alat bukti permulaan yang cukup di kemudian hari.

   Zaka juga menyatakan adanya kekhawatiran pemohon bahwa peledakan adalah ancaman terhadap pemohon terkait dengan pekerjaan sebagai jurnalis. Zaka menyatakan hal tersebut perlu diwaspadai dan diantisipasi oleh pemohon dengan sistem keamanan diri maupun di kediamannya.

    Hakim memerintahkan aparat kepolisian sebagai pengayom masyarakat tentu juga perlu memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman dan memberikan ketenteraman  bagi masyarakat, termasuk diri pemohon.

  Usai persidangan kuasa hukum Victor Mambor dari dari Lembaga Bantuan Hukum Pers dan Perhimpunan Bantuan Hukum Pers Tanah Papua, Simon Pattiradjawane SH mengatakan pihaknya menghormati putusan hakim. Simon berharap pihak kepolisian harus menemukan pelakunya.

“Kami sudah punya keterangan ahli [dan] berbalik belakang dengan ahli yang kita hadirkan [yang menyatakan] ledakan tersebut adalah tindak pidana yang harus polisi temukan pelakunya. Permohonan kami ditolak, tapi siapa pun [yang] punya informasi terkait siapa pelakunya bisa lapor,” kata Simon.

 Sementara itu Ketua AJI Jayapura, Lucky Ireeuw menghormati putusan hakim. Akan tetapi Ireeuw mengatakan ancaman terhadap Victor Mambor itu nyata dan tidak main-main.

“Kami menghormati hukum, hakim sudah memutuskan dengan dalil-dalil yang sudah disampaikan tadi. Kami mendampingi dan melapor kepada polisi, [karena] kami berharap proses hukum harus dilakukan, dan [polisi] menemukan pelakunya. Kejadian yang terjadi di rumah Pak Viktor,”kata Lucky.


Dianggap Remeh

 Secara terpisah Direktur PAHAM Papua Gustaf Kawer mengatakan Hakim mempertimbangkan SP3 tersebut telah sah, karena kurangnya saksi yang melihat Peristiwa Teror BOM Molotov.

  Kasus Teror BOM Molotov seharusnya dianggap serius oleh Pihak Kepolisian Daerah Papua dengan melibatkan detasemen khusus yang menangani teror (Densus "88"),  bukan "meremehkan" penanganan dengan membiarkan pihak penyidik di level Polsek untuk menangani perkara serius ini.  Karena kualitas penyidik dan peralatan yang minim berdampak pada kesimpulan kurangnya saksi yang melihat kejadian.

 “Teror BOM Molotov terhadap Jurnalis Senior Viktor Mambor merupakan perkara serius, karena masuk delik pidana khusus yang diatur dalam UU Teroris dan juga UU Kepemilikan senjata api dan amunisi, penanganannya harus serius oleh pihak kepolisian karena menyangkut keselamatan orang/masyarakat umum,”kata Gustaf.

  Ketidakseriusan pihak kepolisian dalam penanganan perkara ini hingga terbitnya SP3, diikuti lagi Hakim Tunggal Zaka Talapatty, S.H dengan menolak Praperadilan, tanpa mempertimbangkan bukti surat dan saksi-saksi secara komprehensif baik bukti surat dan saksi yang diajukan pemohon maupun bukti surat dan saksi yang diajukan Termohon, dalam proses hukum pidana yang berwenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan, untuk menemukan suatu peristiwa adalah peristiwa pidana dan pelaku tindak pidana adalah pihak polisi yang diberi mandat dalam UU Kepolisian dan KUHAP, bukan korban/pelapor, keluarga korban dan pihak ketiga/LSM yang berkepentingan, sangat aneh jika beban pembuktian diberikan kepada korban atau pelapor.

 “Putusan Praperadilan ini jelas menjadi preseden buruk bagi pengungkapan teror teror terhadap jurnalis, apalagi dilakukan dengan Teror BOM Molotov yang dampaknya sangat serius terhadap korban maupun masyarakat umum, teror ini dilakukan di Wilayah Kota Jayapura, wilayah yang dari sisi pengungkapan kasus ini seharusnya sangat mudah dilakukan jika pihak polisi bekerja "digdaya",”tukasnya.

Kasus ini tentu menjadi misteri bagi Jurnalis Senior Viktor Mambor yang menjadi korban dan juga masyarakat umum, bagaimana kasus-kasus ini mau diungkap jika pihak kepolisian dan hakim bekerja "seremeh" ini.

 “Masyarakat Umum dan Insan Pers, tentu butuh polisi dan hakim "yang berkerja digdaya", supaya kedepan teror BOM  seperti ini dapat diungkap,”pungkasnya. (Julia) 


Penulis : Editor Iustitia