Hukrim
Hakim Tunggal Tolak Praperadilan VM, Tak Menutup Kemungkinan Kasusnya Bisa Dibuka Kembali
Selasa, 09 Juli 2024 Jayapura 271 Pengunjung
JAYAPURA (IUSTITIA PAPUA) –
Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jayapura menolak permohonan Pra Peradilan yang
diajukan Lembaga Bantuan Hukum Pers dan Perhimpunan Bantuan Hukum Pers Tanah
Papua atas penghentian penyidikan kasus teror bom terhadap jurnalis Jubi,
Victor Mambor (VM).
Putusan Pra Peradilan itu
dibacakan Hakim Tunggal Zaka Talpatty pada sidang di Pengadilan Negeri
Jayapura, Kota Jayapura, Papua, Senin (8/7/2024).
Dalam putusannya, Hakim Zaka Talpatty
mengatakan dari alat bukti yang dikumpulkan penyidik secara kualitas belum
memenuhi dua alat bukti untuk menentukan pelaku peledakan bahan serupa bom di
depan rumah Victor Mambor.
Hakim menilai penyidik
telah mengumpulkan lebih dari dua alat bukti, namun alat bukti tersebut tidak
memenuhi nilai sebagai alat bukti.
Zaka menyatakan
penghentian penyidikan telah sesuai dengan prosedur formalitas yang berlaku dan
secara materiil. Menurut hakim penghentian penyidikan itu telah sesuai dengan
alasan-alasan termuat Pasal 109 ayat 2 KUHP, khususnya syarat tidak terdapat
cukup bukti atau peristiwa tersebut
bukan merupakan tindak pidana.
“Termohon telah dapat
membuktikan dalil bantahannya, sedangkan pihak pemohon tidak dapat membantah
dalil termohon. Dari pertimbangan di atas maka gugatan pemohon tidak beralasan
hukum ,sehingga harus ditolak untuk seluruhnya,”tukasnya.
Penghentian penyidikan yang dilakukan polisi
yang sesuai dengan surat perintah penghentian penyidikan Nomor
S.Tap/III/2024/Reskrim tanggal 1 Maret 2024 dan Surat Ketetapan Nomor:
S.PPP/8/III/2024/Reskrim tanggal 1 Maret 2024 tentang Penghentian Penyidikan
adalah sah menurut hukum.
“Sehingga hakim
berpendapat penghentian penyidikan yang dilakukan oleh termohon adalah sah
menurut hukum,”tegasnya.
Bisa Dibuka Kembali
Zaka
menyatakan meskipun penghentian penyidikan telah dinyatakan sah menurut hukum,
tidak menutup kemungkinan pemeriksaan perkara ini dibuka kembali. Dikatakannya kasus
ledakan bahan yang diduga bom didekat rumah Victor Mambor dapat dibuka
kembali jika ditemukan dua alat bukti
permulaan yang cukup di kemudian hari.
Zaka juga menyatakan adanya kekhawatiran
pemohon bahwa peledakan adalah ancaman terhadap pemohon terkait dengan
pekerjaan sebagai jurnalis. Zaka menyatakan hal tersebut perlu diwaspadai dan
diantisipasi oleh pemohon dengan sistem keamanan diri maupun di kediamannya.
Hakim memerintahkan aparat kepolisian
sebagai pengayom masyarakat tentu juga perlu memberikan perlindungan kepada
masyarakat dari ancaman dan memberikan ketenteraman bagi masyarakat, termasuk diri pemohon.
Usai persidangan kuasa hukum Victor Mambor
dari dari Lembaga Bantuan Hukum Pers dan Perhimpunan Bantuan Hukum Pers Tanah
Papua, Simon Pattiradjawane SH mengatakan pihaknya menghormati putusan hakim.
Simon berharap pihak kepolisian harus menemukan pelakunya.
“Kami sudah punya
keterangan ahli [dan] berbalik belakang dengan ahli yang kita hadirkan [yang
menyatakan] ledakan tersebut adalah tindak pidana yang harus polisi temukan
pelakunya. Permohonan kami ditolak, tapi siapa pun [yang] punya informasi
terkait siapa pelakunya bisa lapor,” kata Simon.
Sementara itu Ketua AJI Jayapura, Lucky Ireeuw
menghormati putusan hakim. Akan tetapi Ireeuw mengatakan ancaman terhadap
Victor Mambor itu nyata dan tidak main-main.
“Kami menghormati hukum, hakim sudah memutuskan dengan dalil-dalil yang sudah disampaikan tadi. Kami mendampingi dan melapor kepada polisi, [karena] kami berharap proses hukum harus dilakukan, dan [polisi] menemukan pelakunya. Kejadian yang terjadi di rumah Pak Viktor,”kata Lucky.
Dianggap Remeh
Secara terpisah Direktur PAHAM Papua Gustaf
Kawer mengatakan Hakim mempertimbangkan SP3 tersebut telah sah, karena
kurangnya saksi yang melihat Peristiwa Teror BOM Molotov.
Kasus Teror BOM Molotov seharusnya dianggap
serius oleh Pihak Kepolisian Daerah Papua dengan melibatkan detasemen khusus yang
menangani teror (Densus "88"),
bukan "meremehkan" penanganan dengan membiarkan pihak penyidik
di level Polsek untuk menangani perkara serius ini. Karena kualitas penyidik dan peralatan yang
minim berdampak pada kesimpulan kurangnya saksi yang melihat kejadian.
“Teror BOM Molotov terhadap Jurnalis Senior
Viktor Mambor merupakan perkara serius, karena masuk delik pidana khusus yang
diatur dalam UU Teroris dan juga UU Kepemilikan senjata api dan amunisi,
penanganannya harus serius oleh pihak kepolisian karena menyangkut keselamatan
orang/masyarakat umum,”kata Gustaf.
Ketidakseriusan pihak kepolisian dalam
penanganan perkara ini hingga terbitnya SP3, diikuti lagi Hakim Tunggal Zaka
Talapatty, S.H dengan menolak Praperadilan, tanpa mempertimbangkan bukti surat
dan saksi-saksi secara komprehensif baik bukti surat dan saksi yang diajukan
pemohon maupun bukti surat dan saksi yang diajukan Termohon, dalam proses hukum
pidana yang berwenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan, untuk
menemukan suatu peristiwa adalah peristiwa pidana dan pelaku tindak pidana
adalah pihak polisi yang diberi mandat dalam UU Kepolisian dan KUHAP, bukan
korban/pelapor, keluarga korban dan pihak ketiga/LSM yang berkepentingan,
sangat aneh jika beban pembuktian diberikan kepada korban atau pelapor.
“Putusan Praperadilan ini jelas menjadi
preseden buruk bagi pengungkapan teror teror terhadap jurnalis, apalagi
dilakukan dengan Teror BOM Molotov yang dampaknya sangat serius terhadap korban
maupun masyarakat umum, teror ini dilakukan di Wilayah Kota Jayapura, wilayah
yang dari sisi pengungkapan kasus ini seharusnya sangat mudah dilakukan jika
pihak polisi bekerja "digdaya",”tukasnya.
Kasus ini tentu menjadi
misteri bagi Jurnalis Senior Viktor Mambor yang menjadi korban dan juga
masyarakat umum, bagaimana kasus-kasus ini mau diungkap jika pihak kepolisian
dan hakim bekerja "seremeh" ini.
“Masyarakat Umum dan Insan Pers, tentu butuh
polisi dan hakim "yang berkerja digdaya", supaya kedepan teror
BOM seperti ini dapat diungkap,”pungkasnya.
(Julia)
Penulis : Editor Iustitia