logo loading

Catatan Hukum Dr. Anthon Raharusun

Korupsi Proyek BTS Sampai Ke Papua?

Selasa, 27 Februari 2024 Jayapura 1390 Pengunjung

Korupsi Proyek BTS Sampai Ke Papua?

Caption : Pengacara Senior Papua Anthon Raharusun

Beberapa waktu lalu datang ke kantor saya seorang pengusaha, sebut saja namanya Ibu Hato selaku Direktur PT. NTI, yang ingin berkonsultasi mengenai permasalahan pekerjaan proyek pembangunan menara Base Transceiver Station (BTS) 4G sebanyak 30 site di Kabupaten Asmat, Provinsi Papua Selatan.

 Proyek ini  total nilai kontrak sebesar Rp. 7,5 miliar. Namun, hingga selesai mengerjakan proyek BTS sebanyak 30 site, ternyata Ibu Hato tidak dibayar. Baik oleh PT. IBS maupun Mr. SH yang dalam hal ini mewakil Perusahaan X.

Dua  kali Ibu Hato datang berkonsultasi dengan saya. Kemudian  dia memutuskan untuk memberi kuasa kepada saya, agar membantu menangani permasalahan hukum yang dihadapinya.  Sehingga  ibu Hato kini menjadi klien saya.

  Proyek ini semula dikerjakan oleh PT. IBS yang merupakan sebuah perusahaan bergerak di bidang telekomunikasi selaku pemberi pekerjaan kepada perusahaan lain.  

 Sebut saja Perusahaan X yang dalam hal ini diwakili Mr. SH yang menurut cerita dari klien saya, Mr. SH ini bertindak atau mendapat kuasa dari Perusahaan X untuk mengerjakan proyek BTS di Kabupaten Asmat.

 Selanjutnya Mr. SH kemudian mencari investor atau mitra kerja untuk mengerjakan 10 site Proyek BTS yang belum selesai dikerjakannya

 Pada bulan Januari 2022, keduanya bertemu untuk bekerjasama sebagai mitra kerja dalam pembangunan menara BTS yang belum selesai dikerjakan oleh Mr. SH, sebanyak 20 site BTS.  

 Adapun lokasinya di Distrik Safan Kabupaten Asmat. Klien saya ini, kemudian menyetujui untuk mengerjakan sisa proyek tersebut, sehingga Mr. SH ini kemudian mengadakan perjanjian kerjasama secara tertulis dengan klien saya. Atas dasar perjanjian kerjasama tersebut, klien saya kemudian mulai mengerjakan 30 site menara BTS hingga selesai pembangunan.

  Dari Pembangunan 30 menara BTS tersebut, Mr. SH ini membayar kepada klien saya sebesar Rp. 3.350.000.000,- Sedangkan sisa tagihan yang belum dibayarkan baik oleh IBS maupun Mr. SH kepada klien saya adalah sebesar Rp. 4.150.000.000,- yang hingga saat ini tidak dibayarkan.

Tak Ada Kejelasan Pembayaran

  Tidak ada kejelasan pembayaran, baik oleh pihak PT. IBS maupun Mr. SH ini. Maka  klien saya kemudian berangkat ke Jakarta untuk menemui pimpinan PT. IBS, guna menanyakan sejauh mana tanggung jawab PT. IBS terhadap sisa pembayaran proyek BTS yang sudah dikerjakan oleh klien saya.

 Sayangnya dari beberapa kali pertemuan, baik dengan pihak IBS maupun Mr. SH ini tidak ada kejelasan penyelesaian pembayaran atas Proyek BTS yang telah dikerjakan oleh klien saya.

 Karena belum ada kejelasan mengenai kapan klien saya dibayar oleh pihak IBS atau Mr. SH. Maka pada Juli 2023, klien saya kembali mendatangi pihak PT. IBS di Jakarta, untuk menanyakan lagi mengenai penagihan yang belum dibayarkan.  

Namun pihak IBS mengklaim telah membayar semua invoice penagihan dari PT. NTI melalui Mr. SH. Kemudian pada tanggal 24 Juli 2023, dilakukan mediasi oleh PT. IBS dengan Mr. SH yang dihadiri juga oleh klien saya. Dimana Mr. SH pada pertemuan tersebut berjanji akan menyelesaikan semua kewajiban yang belum dibayarkan kepada klien saya. Paling lambat awal Agustus 2023.

 Namun ternyata Mr. SH ini hanya bisa menyanggupi untuk membayar kepada klien saya sebesar Rp. 70 juta dari total penagihan sebesar Rp. 4.150.000.000,-  yang sampai dengan saat ini belum dibayarkan kepada klien saya.

  Walaupun telah beberapa kali Mr. SH berjanji akan menyelesaikan kewajiban pembayaran kepada klien saya. Namun kenyataannya tidak pernah ditepati. Padahal, klien saya telah mengeluarkan modal kerja yang cukup besar untuk mengerjakan proyek menara BTS tersebut.

 Tapi kenyataannya, tidak ada kejelasan pihak mana yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kewajiban pembayaran pekerjaan proyek menara BTS tersebut, apakah pihak IBS ataukah Mr. SH.?

Sebab, di satu sisi klien saya terikat hubungan hukum dengan Mr. SH dalam perjanjian kerjasama pembangunan menara BTS tersebut. Namun di sisi lain Mr. SH memperoleh pekerjaan pembangunan menara tersebut dari pihak IBS dan selanjutnya Mr. SH menyerahkan sebagian pekerjaan pembangunan menara BTS tersebut kepada klien saya.

  Jadi, yang berhubungan langsung dalam pekerjaan pembangunan tersebut adalah Mr. SH dengan pihak IBS.  

 Sementara klien saya, tidak berhubungan langsung atau terikat perjanjian kerja sama dengan pihak IBS selaku pemberi pekerjaan.

Sebenarnya , klien saya hanya sebagai sub kontraktor dari Mr. SH. Hal inilah yang kemudian membuat klien saya berada dalam ketidak pastian pembayaran pekerjaan proyek ini.

 Karena, tidak ada kejelasan mengenai pembayaran, akhirnya pada tanggal 22 September 2023, klien saya kemudian membuat laporan pengaduan pidana kepada Reskrim Umum Polda Papua terkait dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan yang diduga dilakukan Mr. SH.

Belum Ada Tindaklanjut

 Namun sampai saat ini belum ada tindak lanjut dari laporan pengaduan tersebut. Walaupun laporan pengaduan klien saya tersebut belum ditindak lanjuti oleh Reskrim Umum Polda Papua. Direktur Reskrim Polda Papua Kombes Pol. Arif Bastari, S.I.K.,M.H. telah menyampaikan Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) kepada klien saya tertanggal 19 Oktober 2023 melalui surat nomor: B/457/X/RES.1.11./2023/Ditreskrimum.

 Hanya saja sejak pemberitahuan SP2HP kepada klien saya, belum ada tindak lanjut dari pihak kepolisian atas laporan klien saya tersebut.

Perlu diketahui pula PT. IBS selaku perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi, dalam kenyataannya tidak mengerjakan langsung proyek menara BTS tersebut. Tetapi melimpahkan pekerjaan tersebut kepada perusahaan lain untuk mengerjakan proyek menara BTS tersebut.

 Modus melimpahkan pekerjaan seperti ini tentu saja berpotensi terjadinya korupsi seperti yang terjadi dalam kasus korupsi BTS.

Sebagaimana kita ketahui proyek BTS ini telah menyeret sejumlah pihak dalam kasus korupsi BTS, diantaranya Menteri Kominfo Johny G. Plate dalam pusaran korupsi proyek penyediaan BTS 4G dan infrastruktur pendukung di beberapa wilayah  3T di Indonesia atau daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar, yakni Papua, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, dan Nusa Tenggara Tmur.

 Khusus di Papua proyek BTS 4G ini tersebar di 630 menara BTS 4G lokasi di Tanah Papua yang hingga saat ini belum selesai dibangun. Salah satunya berlokasi di Kabupaten Asmat Provinsi Papua Selatan yang dikerjakan oleh klien saya.

Ada Indikasi Korupsi

 Jadi, melihat modus dari kasus yang dialami oleh klien saya ini, maka kemungkinan besar proyek pembangunan tower BTS di Papua, khususnya pembangunan menara BTS di Kabupaten Asmat, dapat saja melibatkan berbagai pihak yang terindikasi terlibat korupsi dalam proyek BTS di Papua.

 Oleh karena itu, kita berharap aparat penegak hukum baik Kepolisian, Kejaksaan dan KPK tidak berhenti untuk menyelidiki terbatas pada kasus korupsi BTS yang melibatkan Johny G. Plate yang kini berada di balik jeruji besi.  

 Tetapi juga perlu diselidiki sejauh mana keterlibatan perusahaan-perusahaan yang berkedok perusahaan telekomunikasi yang mungkin saja belum disentuh oleh aparat penegak hukum.

 Saya khawatir jangan sampai kasus korupsi proyek pembangunan tower BTS ini sampai juga di Papua.

 Dari permasalahan hukum yang dialami oleh klien saya tersebut, menunjukkan bahwa klien saya tidak menandatangani kontrak kerja langsung dengan PT. IBS selaku penyedia jaringan telekomunikasi.

 Akan tetapi justru dengan perusahaan lain yang kemungkinan hanya sebagai brokker yang juga bagian dari mata rantai kejahatan korupsi dalam pembangunan tower BTS di Papua, yang diduga ikut menerima aliran dana dari proyek BTS ini.

 Sebab, dari  modus yang terjadi dalam kasus klien saya tersebut, patut diduga bahwa proyek pembangunan tower BTS ini, menjadi proyek siluman para koruptor yang menerima aliran dana dari proyek BTS ini masuk ke kantong-kantor para koruptor, yang apabila tidak diberantas mata rantai korupsi yang sudah menjadi lingkaran setan di negeri ini, akan sangat merugikan negara dan mengancam.

Akhirnya, kita tentu berharap, negeri ini dapat terbebas dari penyakit korupsi, manakala aparat penegak hukum baik kepolisian, kejaksaan dan KPK memiliki pemahaman yang sama dalam pemberantasan korupsi, demi tegaknya hukum dan keadilan di negeri ini, agar negeri ini tidak dianggap sebagai negerinya para mafioso dan negerinya para koruptor.

Demikian, catatan hukum singkat dari kasus kecil yang dialami oleh klien saya ini, dapat menjadi pintu masuk untuk membuka tabir korupsi proyek BTS di Papua.(***)

 

 



Penulis : Editor Iustitia