logo loading

Pemilu

MK: KPU Perlu Lakukan Perbaikan Mekanisme Administrasi Sistem Noken

Senin, 10 Juni 2024 Jayapura 248 Pengunjung

MK: KPU Perlu Lakukan Perbaikan Mekanisme Administrasi Sistem Noken

Caption : Gedung Mahkamah Konstitusi

JAKARTA (IUSTITIA PAPUA) – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Perkara Nomor 130-01-17-37/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 yang dimohonkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) atas Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) DPRD Kabupaten Yahukimo Daerah Pemilihan (Dapil) Yahukimo 5.

Namun, dalam pertimbangan hukumnya, menurut Mahkamah, KPU (Termohon) perlu melakukan perbaikan mekanisme pengadministrasian suara yang lebih adaptif terhadap nilai-nilai budaya masyarakat yang masih menggunakan sistem noken.

“Mahkamah memandang terdapat beberapa catatan dalam pelaksanaan pemungutan suara dengan menggunakan sistem noken yang perlu secara sungguh-sungguh mendapat perhatian lembaga penyelenggara Pemilu, pemerintah, partai politik, tokoh adat/kepala suku, dan masyarakat pada umumnya untuk melakukan pembenahan dalam rangka mengurangi potensi munculnya permasalahan pada setiap gelaran kontestasi pemilu kedepannya, khususnya terkait dengan infrastruktur kepemiluan, mekanisme pengadministrasian atau pencatatan data, hingga sosialisasi tentang cara bekerjanya sistem noken, selain yang telah menjadi pendirian Mahkamah dalam putusan-putusan sebelumnya,” ujar Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh bersama delapan hakim konstitusi lainnya di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta Pusat pada Senin (10/6/2024).

Menurut Mahkamah, sistem noken tetap harus dipahami sebagai sebuah instrumen pemenuhan hak memilih dan hak dipilih (rights to vote and to be candidate) setiap warga negara, khususnya bagi masyarakat yang masih menganut konsep Big Man dalam kehidupan sehari-harinya, agar pelaksanaan kontestasi politik tidak malah menimbulkan kerusakan dan perpecahan dalam tatanan hidup bermasyarakat setelahnya. Karena itu, menjadi tugas bagi penyelenggara pemilu untuk memfasilitasi hak dimaksud yang tentu membutuhkan pencermatan serta penanganan yang lebih dan bersifat khusus, berbeda dengan daerah-daerah lainnya mengingat realita demografi dan geografi di daerah Papua Pegunungan.

Terkait dengan infrastruktur pemilu, tentu yang terpenting adalah pemahaman teknis pelaksanaan di lapangan oleh aparatur KPU dan ketersediaan logistik di TPS. Berkenaan dengan hal tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menekankan pentingnya mekanisme pencatatan data, baik terkait dengan data pemilih, surat suara, hingga kejadian atau peristiwa tertentu yang berkait erat dengan proses penyelenggaraan pemilu.

Keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024 sebenarnya telah mengatur secara lengkap dan jelas mengenai tata cara pelaksanaan pemungutan suara, mulai dari musyawarah pengambilan keputusan dukungan suara untuk peserta pemilu sebelum hari pemungutan suara, pemberian suara oleh kepala suku berdasarkan hasil musyawarah pada hari pemungutan, hingga pencatatan oleh KPPS mengenai data pemilih yang hadir dan yang terpenting adalah pengadministrasian atau pencatatan data hasil penghitungan suara dalam Formulir Model C.Hasil sebagai dasar penghitungan suara di tingkat selanjutnya. Dengan adanya sumber data perolehän suara di TPS, maka diharapkan akan meminimalisasi potensi perbedaan hasil penghitungan suara.

Terkait dengan hal tersebut, Keputusan KPU 66/2024 juga telah melarang PPS, PPK/PPD, atau KPU Kabupaten melakukan perubahan terhadap hasil pemilu di TPS. Artinya, setelah proses pemberian suara oleh kepala suku di TPS tidak dibuka lagi adanya kesepakatan-kesekapatan untuk melakukan pengalihan atau perubahan data perolehan suara.

Akan tetapi, dalam perkara ini misalnya, Mahkamah tidak memiliki keyakinan terkait kebenaran data dalam dokumen C. Hasil di beberapa di TPS karena proses perekaman atau pencatatatan data yang dilakukan KPPS tidak sesuai dengan prosedur dan petunjuk teknis yang telah disediakan. Karena itu, Mahkamah memandang KPU perlu melakukan perbaikan mekanisme pengadministrasian sistem noken.

Daniel menjelaskan, setidaknya terdapat dua pilihan terhadap penggunaan formulir model C. Hasil di TPS yaitu tetap mempertahankan pengisian data perolehan suara hasil kesepakatan warga di TPS dan kemudian menuangkannya dalam C. Hasil masing-masing TPS atau meniadakan penggunaan C. Hasil dan langsung dituangkan dalam D. Hasil yang sifatnya harus konsisten secara berjenjang sejak/mulai dari tingkat TPS hingga seterusnya.

Kedua pilihan tersebut harus melalui proses pengkajian secara komprehensif oleh KPU berdasarkan pengetahuan dan pengalaman dalam menyelenggarakan pemilu dengan sistem noken selama ini. Untuk memastikan proses perbaikan tersebut dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan upaya penyebaran informasi dan sosialisasi kepada masyarakat dan peserta pemilu serta media-media lokal maupun juga tokoh-tokoh adat/masyarakat setempat.

“Hal demikian sangat dibutuhkan agar semua pihak benar-benar memahami secara sungguh-sungguh mekanisme atau cara bekerjanya sistem noken, sehinga dengan luasnya paparan informasi yang memadai, untuk memastikan eksistensi noken sebagai kearifan lokal (local wisdom) yang masih adaptif untuk dipertahankan pada daerah-daerah yang masih menerapkan sistem dimaksud sesuai ketentuan,” jelas Daniel.

Sementara itu, Ketua MK Suhartoyo mengatakan Mahkamah menolak permohonan Pemohon sepanjang perolehan suara calon anggota DPRD Kabupaten Yahukimo Dapil Yahukimo 5 untuk seluruhnya. Mahkamah menyatakan sah Petikan Putusan Nomor 130-01-17-37/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada 22 Mei 2024 lalu. Dalam petikan putusan itu, sebelum menjatuhkan putusan akhir, Mahkamah menyatakan permohonan Pemohon sepanjang berkaitan dengan perolehan suara calon anggota DPR RI Dapil Papua Pegunungan tidak dapat diterima. (Humas MKRI/Editor)

 



Penulis : Editor Iustitia