logo loading

Catatan Hukum Dr. Anthon Raharusun

MRP Berwenang Berikan Pertimbangan dan Persetujuan Terhadap Bacalon Kepala Daerah Dari Unsur OAP Dalam Pilkada di Papua

Rabu, 31 Juli 2024 Jayapura 1044 Pengunjung

MRP Berwenang Berikan Pertimbangan dan Persetujuan Terhadap Bacalon Kepala Daerah Dari Unsur OAP Dalam Pilkada di Papua

Caption : Anthon Raharusun

Sebagaimana kita ketahui pada bulan Juni 2024 yang lalu, Majelis Rakyat Papua (“MRP”) se Tanah Papua menemui Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta untuk menyampaikan sejumlah aspirasi yang antara lain meminta agar Bapati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota di Papua diisi oleh Orang Asli Papua (OAP) dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

 

Terkait dengan aspirasi MRP se-Tanah Papua ini adalah sesuatu yang wajar saja, dilihat sebagai bagian dari pelaksanaan tugas dan wewenang MRP sebagai lembaga representasi kultural orang asli Papua, yang memiliki wewenang tertentu dalam rangka pelindungan hak-hak OAP dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama sebagaimana ditegaskan dalam UU Otonomi Khusus Papua.

   Selain itu, aspirasi MRP ini juga, dilihat sebagai bagian dari tanggung jawab MRP terhadap masyarakat Papua, khususnya OAP untuk memperoleh jaminan kepastian hukum yang adil sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 28H ayat (3) UUD 1945 yang menjadi prinsip negara hukum.  

   Selain itu, aspirasi MRP tersebut, adalah untuk mempertegas tugas dan wewenang dalam penyelenggaraan Pemerintahan di Provinsi Papua, di mana saat ini MRP telah dibentuk di semua Provinsi di Papua, yaitu MRP Provinsi Papua, MRP Provinsi Papua Barat, MRP Provinsi Papua Papua Pegunungan, MRP Provinsi Papua Tengah, MRP Provinsi Papua Barat Daya dan MRP Provinsi Papua Selatan, sehingga diperlukan adanya kejelasan dan kepastian terhadap hak OAP dalam kontestasi Pemilu di Papua.

  Sebagai lembaga representasi kultural orang asli Papua, MRP memiliki tugas dan wewenang memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang diusulkan oleh penyelenggara pemilihan kepala daerah sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan Pasal 20 ayat (1) huruf a UU No. 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (“UU 2/2021”).

  Dalam ketentuan Pasal 20 ayat (1) huruf e UU 2/2021, menyatakan MRP memberikan pertimbangan kepada DPRP, Gubernur, DPRK, dan Bupati/Wali Kota mengenai hal-hal yang terkait dengan perlindungan hak-hak orang asli Papua. Selanjutnya, dalam Penjelasan Umum Pasal 20 ayat (1) huruf e UU 2/2021, menegaskan bahwa “Yang dimaksud dengan "pertimbangan" termasuk pertimbangan MRP kepada DPRK dalam hal penentuan bakal calon Bupati/Wakil Bupati dan Wali Kota/Wakil Wali Kota”.

  Dengan demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (1) huruf a dan huruf e beserta Penjelasan Umum UU 2/2021 tersebut, dapat dimaknai bahwa MRP juga diberikan tugas dan wewenang, tidak saja terbatas memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur, tetapi juga MRP memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota dari unsur OAP yang diusulkan oleh penyelenggaran pemilihan kepada kepala daerah dalam hal ini KPU.

   Jadi, jelaslah berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (1) huruf a dan huruf e beserta Penjelasan Umum UU 2/2021 harus dimaknai bahwa, MRP diberi kewenangan untuk memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota dari unsur orang asli Papua yang diusulkan oleh Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Provinsi Papua.

   Jadi, sebenarnya tidak perlu ada polemik yang berkepanjangan terhadap aspirasi MRP tersebut, sebab dalam penyelenggaraan kebijakan otonomi khusus di Provinsi Papua, keberadaan MRP tidak saja sebagai lembaga representasi kultural orang asli Papua, tetapi MRP dalam kedudukan sebagai “lembaga negara” (state auxiliary organs) atau auxiliary institutions atau sebagai “lembaga negara” yang bersifat penunjang dalam penyelenggaraan pemerintahan di Papua, yang dibentuk berdasarkan UU, yang sumber kewenangannya bersumber dari UU Otonomi Khusus Papua.

  Terkait dengan pencalonan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota pada daerah-daerah khusus yang menyelenggaran otonomi khusus seperti Papua dan Aceh, termasuk daerah Istimewa seperti Yogyakarta, maka daerah-daerah tersebut diberlakukan kewenangan khusus/istimewa dengan memberlakukan ketentuan-ketentuan khusus sebagaimana juga ditegaskan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun  2024 tentang Pencalonan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota (“PKPU No. 8 Tahun 2024”).

   Dalam ketentuan Pasal 138 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan bahwa  Pencalonan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota pada daerah khusus dan/atau istimewa atau dengan sebutan lain, diberlakukan ketentuan dalam Peraturan Komisi ini, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.

  Lebih lanjut dalam ayat (2) disebutkan bahwa Daerah khusus dan/atau Daerah Istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi daerah yang berdasarkan Kekhususannya atau Keistimewaannya diatur dengan Undang-Undang. Dengan demikian, PKPU No. 8/2024 tersebut telah mengatur tentang Pemilihan Kepala Daerah di Daerah Khusus atau Daerah Istimewa berdasarkan UU yang mengatur Kekhususan atau Keistimewaan Daerah seperti Papua, Aceh dan DIY sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan bahwa Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang doatur dalam undang-undang”.

  Selanjutnya mengenai MRP memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur di Provinsi-Provinsi Baru di Papua, juga telah diatur dalam ketentuan Pasal 140 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) PKPU No.8/2024, namun sayangnya PKPU tersebut, tidak menyebutkan secara tegas bahwa pertimbangan dan persetujuan MRP tersebut, termasuk pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota.

  Padahal, dalam ketentuan Pasal 20 ayat (1) huruf a dan huruf e Penjelasan Umum UU 2/2021 telah mengatur secara tegas, bahwa MRP memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota yang diusulkan oleh Penyelenggara Pemilu Kepala Daerah dalam hal ini KPU.

  Jadi, secara substansial judul PKPU ini tidak sejalan dengan materi muatan dalam pasal, ayat atau bagian-bagian dari pembentukan PKPU sepanjang pengaturan mengenai “pencalonan Gubernur, Bupati dan Walikota di “Daerah Khusus/Istimewa”.

  Padahal, muatan materi dalam PKPU ini, mengatur tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Serta Wakil Walikota dan Wakil Walikota. Jadi, PKPU ini, selain tidak sejalan dengan materi muatan dalam pasal, ayat dan bagian-bagian dari PKPU tersebut, juga tidak sejalan atau dapat dikatakan bertentangan dengan amanat Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 yang menjadi dasar lahirnya UU Otsus bagi Papua, Aceh dan DIY.

  Selain itu, PKPU tersebut jelas-jelas mengabaikan kewenangan MRP sepanjang mengenai pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Bupati/Wakil Bupati dan Walikota dan Wakil Walikota dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah di Provinsi Papua sebagai daerah otonomi khusus, yang salah satu kekhususannya adalah dengan dibentuknya Majelis Rakyat Papua dengan tugas dan wewenangnya sebagai salah satu suprastruktur dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Provinsi Papua dan garda terdepan untuk terus menjaga dan mengawal hak-hak dasar orang asli Papua dalam penyelenggaraan otonomi khusus Papua.

  Semoga saja, kita semua memiliki pemahanan yang sama, khususnya yang terkait tugas dan wewenang MRP dalam memberikan pertimbangan dan persetujuan tentang orang asli Papua yang akan berkontestasi dalam Pilkada di Papua, sehingga pelaksanaan Pilkada di Papua dapat berjalan dalam semangat demokrasi dan demokratisasi bagi keberlangsungan pembangunan, peningkatan kesejahteraan OAP sebagai bagian dari upaya transformasi kebijakan baru otonomi khusus melalui perubahan UU Otsus Papua yang berlandasakan pada pendekatan affirmatif untuk memperkokoh semangat kebhinekaan dan keberagaman kita sebagai bangsa untuk terus menjaga integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia

 

                        *Dr. Anthon Raharusun, S.H.,M.H. Ketua DPC PERADI Suara Advokat Indonesia Kota Jayapura, Advokat Senior dan Ahli Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Biak.


Penulis : Editor Iustitia