
Opini
Pemilik Hak Ulayat Konsesi PTFI Minta Keadilan Kepada Presiden Republik Indonesia
Selasa, 30 Januari 2024 Jayapura 161 Pengunjung
Surat Terbuka
Kepada Presiden Republik
Indonesia
Yang Mulia Bapak Presiden
Republik Indonesia,
Dengan penuh hormat, saya,
selaku Ketua Lembaga Musyawarah
Adat Suku Amungme (LEMASA), ingin menyampaikan aspirasi dari masyarakat Adat Suku Amungme, terutama yang
berada di Kawasan Nemangkawi, khususnya di
tiga lembah, yaitu Waa, Tsinga,
dan Arwanop. Kami yang merasakan
dampak langsung dari operasional PT. Freeport
Indonesia, merasa perlu untuk
mengungkapkan rasa ketidakadilan, penipuan, kemiskinan,
dan ketidakberdayaan yang kami alami.
Sejak PT Freeport Indonesia memasuki wilayah adat kami melalui Kontrak Karya Pertama (KK-I) yang ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dan PTFI pada
tanggal 7 April 1967, berdasarkan UU No. 1 Tahun
1967 tentang Penanaman Modal Asing
(PMA), tanah keramat kami telah
dihancurkan, sungai kami
tercemar, dan gunung keramat/suci kami sangat kami agungkan sebagai
bagian integral dari lingkungan
hidup dan sosial kami telah mengalami kerusakan yang tidak terampuni. Kerusakan, yang dimulai
dari puncak tertinggi hingga ke laut, telah menyebabkan dampak besar pada lingkungan
hidup kamj sebagai akibat dari
kegiatan pertambangan tersebut.
Sejak kehadiran
PT Freeport Indonesia (PTFI) di tanah adat kami, kehidupan kami mengalami dampak yang signifikan, dengan disertai rasa ketidakadilan yang mendalam. Mulai dari Kontrak
Karya Pertama (KK-I) pada
tahun 1967, Kontrak
Karya Kedua (KK-II) pada tahun 1991, hingga
perubahan status Kontrak Karya menjadi lzin Usaha Pertambangan
Khusus (IUPK) pada tahun
2018; seiring dengan itu, terdapat divestasi
saham sebesar 5l%, menjadikan Pemerintah Indonesia sebagai pemegang mayoritas
saham, namun
implikasinya terhadap keadilan dan kesejahteraan masyarakat tetap sangat memperihatinkan.
Sejak tabun 2018 hingga 2021, PT. Freeport Indonesia telah melaksanakan studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) tanpa mengikutsertakan partisipasi dari masyarakat yang terdampak
secara langsung Kegiatan PTFI. Pihak
manajemen PTFI memilib untuk berinteraksi dengan kelompok masyarakat yang bersikap mendukung terhadap
keberlanjutan bisnis mereka, namun
kelompok tersebut tidak mewakili secara menyeluruh seluruh lapisan masyarakat yang terkena
dampak langsung. Keputusan ini
memunculkan pertanyaan terkait inklusivitas dan representativitas proses
AMDAL, yang seharusnya mencakup
berbagai perspektif dan kepentingan masyarakat yang terlibat. Pentingnya melibatkan semua pihak yang
terkena dampak secara langsung
dalam proses konsultasi AMDAL menjadi krusial guna memastikan
validitas dan integritas analisis dampak lingkungan
yang dilakuk:an oleh PT.
Freeport Indonesia.
Bapak
Presideo Republik Indonesia yang kami hormati, perlu diperhatikan
bahwa sejak awal perusahaan ini hadir di tanah adat kami, hak-hak dasar masyarakat
adat telah diabaikan. Setiap momen
bersejarah, seperti Kontrak Karya
Pertama (KK-I) tahun 1967, Kontrak
Karya Kedua (KK-Il) tahun 1991, Izin
Usaha Pertambangan Khusus
(IUPK) tahun 2018, divestasi saham
sebesar 5I%, perpanjangan
kontrak dari tahun 2018 hingga 2041
yang kemudian diperpanjang hlngga 2061, serta
proses·Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) tidak pemah melibatkan masyarakat adat pemihk
hak ulayat dan pernilik Gunung suci.
Bapak Presiden yang kami muliakan, masyarakat adat suku Amungme, ingin
menyampaikan bahwa kami secara
langsung merasakan dampak
dari kegiatan penambangan PTFI di Gunung
suci kami "Nemangkawi". Bapak
Presiden,jangan lupa, kami
adalah
pemilik modal berupa tanah, Gunung, serta segala aspek alam yang meliputi sungai, hutan, dan tanah adat-baik yang memiliki kehidupan
maupun yang tidak. Hal ini mencakup wilayah di atas pennukaan bumi
dan di dalam bumi.
Sementara itu, Pemerintah Indonesia dan PTFI memiliki modal berupa uang, tenaga kerja, dan teknologi. Kami menyadari bahwa keberlanjutan kegiatan ekonomi adalah suatu keharusan, namun kami berharap juga agar
pihak terkait dapat mempertimbangkan dampak yang kami
alami sebagai pemilik adat. Kami sangat menghargai upaya pemerintah dalam pengembangan
ekonomi.
Maka, dengan mengacu pada
tinjauan di atas, karni mengajukan permohonan kepada Yang Mulia Presiden Republik Indonesia untuk menerima dan menanggapi dengan seadil-adilnya
terkait kerugian yang karni alarni. Berikut adalah rincian permohonan yang kami sampaikan:
1.
Kami rnohon Bapak Presiden turut campur tangan
dalam proses AMDAL PT. Freeport Indonesia untuk
memastikan pembahasan ulang yang transparan dan melibatkan langsung masyarakat terdampak. Langkah ini bertujuan untuk mengakomodasi kepentingan mereka secara terbuka dan
jelas serta berorientasi masa depan.
2. Berdasarkan UU No. 2 Tahun 2021 tentang Perubahan UU No. 21 Tahun 200 I tentang
Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, pertimbangan
huruf a bahwa dalam rangka
melindungi dan menjunjung harkat martabat, memberi afirmasi, dan melindungi hak dasar Orang Asli Papua, baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun sosial-budaya, perlu diberi kepastian hukum. Pasal 1 ayat (2) Otonomi Khusus adalah
kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak dasar masyarakat Papua. Keberadaan
PT. Freeport Indonesia di atas tanah adat kami, keterampilan dia dan izin yang berikan adalah untuk menambang, oleh karena itu sebagai bagian dari
afirmasi dalam bidang ekonomi dan sosial budaya,
maka, kami mendorong
aspirasi urusan Departemen Sosial PTFI
diserahkan kepada Pemilik Hak
Ulayat yang terdampak langsung.
3. Sejak awal tanah Adat dan Gunung Keramat Amungme menopang Ekonomi Nasional dan setelah negara mengambil alih 51% sahan PTFI, mendapatkan keuntungan bagi negara sangat besar, oleh karena itu, berdasarkan UU Otsus dan hukum adat suku Amungme di mana hasil berburuh dari dusun orang lain hasilnya harus dibagi sama pemilik dusun, maka, demi keadilan kami minta Bapak Presiden mempertimbangkan
Penulis : Editor Iustitia