logo loading

Hukrim

Pengrusakan Rumah Anak Kepala Suku Syamba, Polres Keerom Agendakan Rekonstruksi

Jumat, 08 Maret 2024 Jayapura 361 Pengunjung

Pengrusakan Rumah Anak Kepala Suku Syamba, Polres Keerom Agendakan Rekonstruksi

Caption : Sat Reskrim Polres Keerom, berpose bersama peserta gelar perkara dugaan tindak pidana pengrusakan rumah Charles Syamba oleh pelaku YK di Arso, Selasa (6/3/2024). (Foto: Dok/Anthon Raharusun)

ARSO (IUSTITIA PAPUA) - Sat Reskrim Polres Keerom akan melakukan rekonstruksi atau reposisi, untuk mengungkap kasus dugaan tindak pidana pengrusakan rumah korban Charles Syamba oleh pelaku YK dan TK di Jalan Poros Arso X Arso XIV, Jembatan Bate, Kampung Biobiosi, Distrik Arso Kota, Kabupaten Keerom, Provinsi Papua, Desember 2023 lalu. 

Namun agenda pelaksanaan rekonstruksi masih menunggu penyidik. Korban merupakan anak Kepala Suku Syamba, yakni Melkias Syamba. Sedangkan pelaku YK dan TK adalah ayah dan anak, yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan korban.

Ayah Charles Syamba bernama  Melky Syamba (Alm). Melky Syamba memiliki salah seorang saudari bernama Bertha Syamba, yang menikah dengan YK.

Sebelumnya, Sat Reskrim Polres Keerom telah melakukan gelar perkara kasus dugaan tindak pidana pengrusakan rumah korban, dipimpin Kasat Reskrim Polres Keerom Iptu M Indra Prakoso, S.Tr.K., MH, yang diwakili  Kanit Tipidter Reskrim Polres Keerom Iptu M Rizal Zigari, SH, didampingi Kaur Bin Ops Reskrim Polres Keerom Ipda Herianto di Ruang Sat Reskrim Polres Keerom, Arso, Rabu (6/3/2024).

Peserta yang diundang AKBP Agustinus (Purnawirawan) selaku advicer Polres Keerom dan Dr Anthon Raharusun, SH, MH selaku kuasa hukum korban Charles Syamba. 

 Dijelaskannya pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap 6 orang saksi. Tapi belum ada kesesuaian. Mengingat  pelaku dan korban kerabat dekat.

“Kami masih cari saksi netral, yang bisa menjelaskan peristiwa itu,”akunya.

Rizal mengaku, pihaknya telah melakukan penyelidikan kasus ini yang mana pelaku YK diduga melanggar Pasal 170 KUHP, yakni pengeroyokan terhadap korban.   

   Namun pada tahap penyidikan korban dan keluarga mencabut laporan dan diselesaikan secara kekeluargaan.

Tindakan Pidana atau Bukan

    Terkait kasus dugaan tindak pidana pengrusakan ini, Agustinus mengatakan penyidik menyampaikan dalam penyelidikan kasus ini  belum ditemukan saksi yang netral, sehingga mereka belum bisa menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan.

Menurutnya, gelar perkara ini dimaksud untuk memberikan informasi kepada peserta gelar perkara. Pertama, apakah kasus ini merupakan tindakan pidana atau bukan, karena masih dalam tahap penyelidikan, kalau  sudah menyangkut saksi netral, maka sudah masuk ke tahap penyidikan.

Kedua, apakah saksi yang diperiksa itu sudah memenuhi syarat sebagai saksi atau tidak. Ketiga, keberadaan alat bukti dan barang bukti.

“Alat bukti apa saja yang sudah dikumpulkan dan barang bukti apa saja yang sudah disita. Tapi penyidik belum memberikan penjelasan secara detail, makanya kita minta tolong dijelaskan dulu hal ini,”bebernya.

Penyidik Tak Serius ?

 Sementara itu, Kuasa hukum korban, mengatakan, penjelasan  penyidik sebenarnya bukan substansi masalah yang sesungguhnya.

“Artinya penyidik tak menjelaskan posisi kasus ini yang sebenarnya,”kata Anthon.  

 Lanjutnya walaupun penyidik telah memeriksa 6 orang saksi.  Akan tetapi dari 6 orang saksi itu dua orang adalah pelaku yakni YK dan  TK.

Sementara itu, saksi lain adalah istri dan keluarga korban yang juga sudah dimintai keterangan sebagai saksi, yang melihat kejadian yang sebenarnya. 

“Jadi kalau penyidik belum menemukan dua alat bukti bahkan barang bukti dalam kasus ini, saya kira tidak beralasan,”tuturnya.

 Pihaknya memastikan para saksi, terutama YK dan TK tidak mungkin akan menjelaskan posisi mereka yang netral, karena mereka adalah pelaku utama dalam kasus tersebut, yang dijadikan saksi oleh penyidik, sehingga kalau penyidik masih mau mencari saksi yang netral, maka sebenarnya dalam KUHP tak mengenal ada saksi yang netral.

 Dalam KUHP Pasal 184 hanya menyebutkan keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.

 “Jadi saya melihat apa yang dijelaskan dalam gelar perkara ini menunjukkan bahwa penyidik di tingkat bawah tak serius melakukan proses penyelidikan terhadap kasus ini,”singgungnya.

Makna Gelar Perkara

 Masih menurut mantan Pengacara LBH Jayapura ini bahwa makna gelar perkara sesuai Peraturan Kapolri No. 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, merupakan rangkaian dari hasil penyelidikan yang dilaporkan oleh penyelidik, yang wajib dilaksanakan gelar perkara untuk menentukan. Apakah  peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana atau bukan dan dari hasil gelar perkara inilah yang akan memutuskan apakah  dilanjutkan ke tahap penyidikan, ataukah dilakukan penghentian penyidikan.

Sebenarnya  tujuan dari kegiatan gelar perkara itu adalah kegiatan penyampaian penjelasan tentang proses penyelidikan dan penyidikan oleh penyidik kepada peserta yang diundang hadir. 

Dilanjutkan  dengan memberikan masukan atau koreksi guna menghasilkan rekomendasi, untuk menentukan tindak lanjut proses penyelidikan dan penyidikan.

  Dari hasil gelar perkara tersebut belum ada satu kemajuan dari proses penyelidikan yang dilakukan  penyidik. Padahal, kasus ini sudah cukup lama dilaporkan pelapor atau korban Charles Syamba, tapi tidak ada tindak lanjutnya.

Pencabutan Laporan

Kedua  terkait dengan pencabutan laporan yang disampaikan penyidik, karena ada  Restorasi Justice atau RJ. Tapi RJ  tidak menghapuskan tindak pidana yang dilakukan para pelaku YK dan TK atau dengan kata lain penyelesaian secara RJ tidak bisa dikatakan sebagai nebis in idem.

“Bagaimana nebis in idem, sementara otak pelaku yang dilaporkan belum di proses hukum,”tekannya.

 RJ itu hanya karena pelaku TK dan sejumlah pelaku berstatus  pelajar, sehingga korban dengan itikad baik dan rasa kemanusiaan mencabut laporannya. Tapi bukan berarti mencabut kasus yang dilakukan YK.

“Artinya kasus ini masih tetap bisa diproses, karena merupakan delik aduan,”tukasnya.

Langgar UU ITE

 Selain  kasus dugaan tindak pidana pengrusakkan, pelaku YK juga melakukan tindak pidana ancaman pembunuhan terhadap korban Charles Syamba melalui Whatsaap atau melalui pesan singkat, maka bisa diterapkan tindak pidana berdasarkan Pasal 29 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Jo Pasal 45B UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE sebagai berikut,

  Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 750 juta.

 Selain itu dalam Pasal 45 ayat (3) UU ITE,  Setiap orang memenuhi unsur  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, dipidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp. 2 miliar.

 Lanjutnya alat bukti dan barang bukti. “Saksi itu kan alat bukti, kemudian juga barang bukti yang dalam konteks hukum pembuktian universal dikenal istilah physical evidence atau bukti fisik atau real evidence bisa dijadikan bukti yang mendukung alat bukti.

“Barang bukti sudah ada kaca rumah dirusak, anak panah dan kayu untuk memukul kaca, sehingga pecah dan berhamburan hingga kini rumah korban belum diperbaiki,”paparnya.

 Berdasarkan fakta ini sudah sangat jelas terjadi kasus dugaan tindak pidana pengrusakkan dan ancaman pembunuhan terhadap korban. “Tapi kenapa penyidik tak mau memproses kasus ini,”imbuhnya.


Caption : Sat Reskrim Polres Keerom, berpose bersama peserta gelar perkara dugaan tindak pidana pengrusakan rumah Charles Syamba oleh pelaku YK di Arso, Selasa (6/3/2024). (Foto: Dok/Anthon Raharusun)

Jangan Ada Kepentingan

  Lanjutnya lagi dalam kasus ini, jangan ada kepentingan dibalik ini. Penyidik didalam memeriksa satu kasus tindak pidana atau suatu kejahatan.

“Hanya satu saya bilang, jangan ada kepentingan. Kalau ada kepentingan semua bisa diobrak-abrik, karena dianggap tak cukup bukti untuk satu tindak pidana. Padahal bukti permulaan sudah cukup, yang didukung minimal dua alat bukti telah terpenuhi,”tegasnya.

 Sebab menurutnya ini adalah perkara kecil. Oleh karena itu, dirinya meminta penyidik harus segera memproses, apalagi mereka mengatakan perkara ini  masuk dalam  ruang lingkup keluarga.

 “Ruang lingkup keluarga yang mana. Memang ada, tapi kan tindak pidana yang dilakukan ini adalah merugikan orang lain bahkan mengancam nyawa orang lain,”bilangnya.

 Lanjutnya kalau penyidik tak mau proses kasus ini, maka dirinya mengkhawatirkan YK ini akan terus leluasa berbuat kejahatan, tanpa ada proses hukum. Apalagi mungkin saja YK ini kenal dengan oknum polisi.

 “Jadi jangan karena saya lapor ke Kapolda baru kemudian mereka memproses. Ini tugas penyidik dalam rangka penegakkan hukum,”singgungnya.

 Sebab kalau penyidik mau melakukan rekonstruksi kasus ini selaku kuasa hukum korban, meminta pelaku untuk turun ke TKP. Agar  bisa melihat pelaku melakukan kasus dugaan tindakan pidana pengrusakan rumah korban dan ancaman pembunuhan.

 “Kalau mau melihat bukti-bukti yang betul-betul terjadi lihat TKP, sehingga penyidik bisa mendudukkan kasus ini secara proporsional,”tegasnya lagi.

Praperadilan

 Menurut Anthon, kalau memang tak cukup bukti atau belum terpenuhinya dua alat bukti  untuk penyidikan  kasus ini,  silakan dihentikan.

“Tapi begitu penyidik menghentikan kasus ini, maka pihaknya akan mengajukan praperadilan terhadap penghentian tersebut,”tuturnya.

Kronologis Perkara

  Untuk diketahui, kasus tindak pidana pengrusakan rumah dan ancaman pembunuhan terhadap korban, yang dilakukan pelaku YK dan TK terkait  tanah ulayat milik Suku Syamba.

 Kronologis kasus dugaan tindak pidana pengrusakan rumah dan ancaman pembunuhan terhadap korban Charles berawal  ketika YK dan TK bersama rombongan sekitar bulan Desember 2023 lalu.

 Para pelaku diduga mabuk minuman keras atau miras tiba-tiba datang ke rumah korban, sekaligus menyerang dan merusak rumah korban. Akibatnya sejumlah kaca jendela dan pintu mengalami kerusakan berat.

Tak hanya itu, pelaku TK juga melepaskan anak panah kearah korban, tapi meleset. Kemudian pelaku YK menyusul menampar korban. Tak terima korban pun membalas menampar YK.

Kontan YK memerintahkan para pelaku lain mengeroyok korban, sembari menyatakan ia yang tanggungjawab, jika berurusan dengan pihak berwajib.

Pelaku TK akhirnya ditahan di sel tahanan Polres Keerom selama Desember 2023 hingga Januari 2024. Sedangkan YK yang merupakan pelaku utama kasus tersebut tak ditahan dan dibiarkan berkeliaran tanpa ada proses hukum.

Selanjuthya, para pelaku berturut-turut datang dan melakukan keributan di rumah korban pada 10-12 Januari 2024. Pelaku TK kembali masuk sel tahanan.

Pelaku JK sempat mengirim WA ke Hengky Syamba adik kandung Charles, yang berisi ancaman pembunuhan terhadap korban.

“Hengky bilang ko punya kaka Charles dia mau pindah ka tidak. Kalau dia mau mati dia tinggal dan tunggu waktu dia akan dibunuh. Ini setang mau bunuh ko pu Kaka Charles. Ko jago ka mau bela ko punya kaka. Ko mau mati dengan ko punya Kaka Charles ko datang”. (Ist/Julia) 



Penulis : Editor Iustitia